Dari candi brahu, saya lanjut ke Gapura Wringin Lawang. Sisa kerajaan majapahit yang satu ini terletak di Dukuh Wringinlawang, Desa Jati Pasar, Trowulan. Sekitar 3 km dari candi brahu.
Bentuk wringin lawang persis gapura candi bentar pura-pura di bali. Hanya, wringin lawang berukuran lebih besar, dan tentu saja berumur lebih tua. Belum diketahui pasti kapan wringin lawang dibangun, tapi diperkirakan pada abad ke-14 masehi. Sebagaimana candi brahu, gapura wringin lawang dibuat dari bata merah. Berukuran 13 x 11 meter dengan tinggi 15,5 meter.
Mengenai fungsi wringin lawang, ada beragam pendapat mengemuka. Salah satunya mengatakan wringin lawang berfungsi sebagai pintu masuk ke kediaman Mahapatih Gajah Mada. Yup, ksatria yang mengikrarkan sumpah palapa itu. Tapi kebanyakan sejarawan beranggapan gapura ini adalah pintu masuk menuju komplek bangunan penting di ibu kota Majapahit, tanpa bisa memastikan secara spesifik bangunan apa itu.
Saat ini lokasi wringin lawang dikepung oleh sawah dan ladang di tiga sisi; utara, timur dan selatan. Waktu mampir ke sini, saya ‘dihibur’ oleh pemandangan petani membajak ladangnya dengan sapi. Sungguh pemandangan langka. Secara hari gini rata-rata petani udah mbajak pake quick. *eh
Selain candi brahu dan wringin lawang sebenarnya masih buanyak lagi situs bersejarah di trowulan yang bisa kita explore. Beberapa yang menarik di antaranya candi tikus, candi bajang ratu, dan kolam segaran.
Karena kekayaan situs arkeologinya, sejak 2009 pemerintah telah mengajukan agar Trowulan dijadikan Situs Warisan Dunia UNESCO. Semoga segera terwujud deh. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar