Banda Aceh
Aceh yang mula-mula bernama Aceh Darussalam (1511-1959) selanjutnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) dan menjadi provinsi Aceh (2009-sekarang)adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.] Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Sejarah Aceh
Malik Al Saleh
Sebelum Dinasti Usmaniyah di
Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H atau bersamaan dgn tahun 1385
M-1923 M ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur di dunia
bagian Asia telah muncul Kerajaan Islam Samudera-Pasai yg berada di
wilayah Aceh yg didirikan oleh Meurah Silu (Meurah berarti Maharaja
dalam bahasa Aceh) yg segera berganti nama setelah masuk Islam dgn nama
Malik al-Saleh yg meninggal pada tahun 1297. Dimana pengganti tak jelas
namun pada tahun 1345 Samudera-Pasai diperintah oleh Malik Al Zahir cucu
daripada Malik al-Saleh.
Samudera Pasai - Lahir Kerajaan Islam Samudera Pasai
Kedaulatan kerajaan Sriwijaya (684 M- 1377 M) dibawah dinasti
Syailendra dgn raja yg pertama Balaputera Dewa yg berpusat di Palembang
Sumatera Selatan makin kuat dan daerah semakin meluas setelah daerah
kerajaan Melayu; Tulang Bawang Pulau Bangka Jambi Genting Kra dan daerah
Jawa Barat didudukinya. Ketika Sriwijaya sedang mencapai puncak
kekuatan ternyata mengundang raja Rajendra Chola dari Chola di India
selatan tak bisa menahan nafsu serakah maka pada tahun 1023 lahirlah
serangan dari raja India selatan ini kepada Sriwijaya.
Dalam
pertempuran dinasti Syailendra tak mampu menahan serangan tentara India
selatan ini raja Sriwijaya ditawan dan tentara Chola dari India selatan
ini kembali ke negerinya. Walaupun Sriwijaya bisa dilumpuhkan tetapi
tetap kerajaan Buddha ini hidup sampai pada tahun 1377. Disaat-saat
Sriwijaya ini lemah muncullah kerajaan Islam Samudera-Pasai di Aceh dgn
raja Malik Al Saleh dan diteruskan oleh cucu Malik Al Zahir.
Politik Samudera Pasai bertentangan dgn Politik Gajah Mada
Gajah Mada yg diangkat sebagai patih di Kahuripan (1319-1321) oleh raja
Jayanegara dari Majapahit. Dan pada tahun 1331 naik pangkat Gajah Mada
menjadi mahapatih Majapahit yg diangkat oleh raja Tribuana Tunggadewi.
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit inilah keluar
ucapan yg disebut dgn sumpah palapa yg berisikan "dia tak akan menikmati
palapa sebelum seluruh Nusantara berada dibawah kekuasaan kerajaan
Majapahit". Ternyata dgn dasar sumpah palapa inilah Gajah Mada merasa
tak senang ketika mendengar dan melihat bahwa Samudera Pasai di Aceh
makin berkembang dan maju. Pada tahun 1350 Majapahit ingin menggempur
Samudera Pasai tetapi Majapahit tak pernah mencapai kerajaan Samudra
Pasai krn di hadang askar Sriwijaya. Selama 27 tahun Majapahit dendam
terhadap kerajaan Sriwijaya dan kemudian pada tahun 1377 giliran
Sriwijaya digempur sehingga habislah riwayat Sriwijaya sebagai negara
Budha yg berpusat di Palembang ini.
Aceh merupakan negeri yg amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya.
Menurut seorang penjelajah asal Perancis yg tiba pada masa kejayaan Aceh
di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam kekuasaan Aceh
mencapai pesisir barat Minangkabau Sumatera Timur hingga Perak di
semenanjung Malaysia.Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra
yg memiliki tradisi militer dan pernah menjadi bangsa terkuat di Selat
Malaka yg meliputi wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu ketika dibawah
kekuasaan Iskandar Muda.
Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dgn
seorang putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dgn nama Putroe
Phang. Konon krn terlalu cinta sang Sultan dgn istri Sultan
memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman
Istana) sebagai tanda cintanya. Kabar sang puteri selalu sedih krn
memendam rindu yg amat sangat terhadap kampung halaman yg
berbukit-bukit. Oleh krn itu Sultan membangun Gunongan utk mengubati
rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan
dikunjungi.
Ketika
kerajaan Islam Samudera Pasai dalam krisis maka kerajaan Islam Malaka yg
muncul dibawah Parameswara (Paramisora) yg berganti nama setelah masuk
Islam dgn panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka ini maju pesat
sampai pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah pimpinan Albuquerque dgn
armada menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis
kembali Aceh bangkit dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah
(1514-1528). Yang diteruskan oleh Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan
Alauddin Riayat Syahal Kahar (1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah
(1568-1573). Sultan Seri Alam (1576. Sultan Muda (1604-1607). Sultan
Iskandar Muda gelar marhum mahkota alam (1607-1636). Semua serangan yg
dilancarkan pihak Portugis dapat ditangkisnya.
Pada abad ke-16
Ratu Inggris yg paling berjaya Elizabeth I sang Perawan mengirim utusan
bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan pula mengirim surat
bertujuan "Kepada Saudara Hamba Raja Aceh Darussalam" serta seperangkat
perhiasan yg tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik
"saudarinya" di Inggeris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan
berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim
hadiah-hadiah yg amat berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi
dan surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James
pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih". Hubungan yg misra antara Aceh
dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan
Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah utk Sultan
Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dgn nama
Meriam Raja James.
Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits
-pendiri dinasti Oranje- juga pernah mengirim surat dgn maksud meminta
bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka
dgn mengirimkan rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin
oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang
Indonesia pertama yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul
Hamid sakit dan akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara
besar-besaran di Belanda dgn dihadiri ileh para pembesar-pembesar
Belanda. Namun krn orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam
maka beliau dimakamkan dgn cara agama nasrani di pekarangan sebuah
Gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yg dirasmikan oleh
Mendinag Yang Mulia Pangeran Bernard suami menidiang Ratu Juliana dan
Ayahanda Yang Maha Mulia Ratu Beatrix.
Pada masa Iskandar muda
Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap sultan Empayar Turki
Uthmaniyyah yg berkedudukan di Konstantinompel. Kerana saat itu sultan
Turki Uthmaniyyah sedang gering maka utusan kerajaan Aceh
terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit
demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada
akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya
tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut
baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg
cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersbut pula
masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa
selanjut sultan Turki Uthmaniyyah mengirimkan sebuha bintang jasa kepada
Sultan Aceh.
Kerajaan Aceh pula menerima kunjungan utusan
Diraja Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud
menghadiahkan sebuah cermin yg amat berharga bagi Sultan Aceh. Namun
dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhir mereka mempersembahkan
seripah cermin tersbut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis
Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskanda Muda amat menggemari
benda-benda berharga. Pada masa itu Kerajaan Aceh merupakan satu-satu
kerajaan melayu yg memiliki Bale Ceureumin atau Hall of Mirror di dalam
Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut Istana Kesultanan Aceh luas
tak kurang dari 2 kilometer. Istana tersbut bernama Istana Dalam Darud
Dunya. Didalam meliputi Medan Khayali dan medan Khaerani yg mampu
menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar muda juga
memerintahkan utk memindahkan aliran sungai Krueng Aceh hingga mengaliri
istananya. Disanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu
tetamu-tetamunya.
Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar
Thani mengalami kemunduran yg terus menerus. Hal ini disebabkan kerana
naik 4 Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama
Wujudiyah. Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat
Zilullahil Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita
yg amat cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri
Sultan Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh
Melayu Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan
96an orang 1/4 diantara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah
berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan
keberatan akan seorang Wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah
masa kejayaan wanita di Aceh.
Pada masa perang dgn Belanda
Kesultanan aceh sempat meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikta
di Singapura yg disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanan
menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III di Perancis. Aceh juga mengirim
Habib Abdurrahman utk meminta bantuan kepada Empayar Turki Uthmaniyyah.
Namun Empayar Turki Uthmaniyyah kala itu sudah mengalami masa
kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam urusan Aceh
dan Belanda.
Hubungan dgn Barat - Inggris
Pada abad ke-16 Ratu Inggris Elizabeth I mengirimkan utusan bernama Sir James Lancester
kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yg ditujukan: "Kepada Saudara
Hamba Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan yg tinggi
nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di
Inggris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan berdagang di wilayah
kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yg berharga
termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yg ditulis di atas
kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang
Kaya Putih".
Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I.
Berikut cuplikan isi surat Sultan Aceh yg masih disimpan oleh pemerintah
kerajaan Inggris tertanggal tahun 1585:
I am the mighty ruler
of the Regions below the wind who holds sway over the land of Aceh and
over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh which
stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah sang penguasa
perkasa Negeri-negeri di bawah angin yg terhimpun di atas tanah Aceh
dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh wilayah wilayah yg tunduk kepada
Aceh yg terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).
Hubungan yg mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I
dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai
hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan
dikenal dgn nama Meriam Raja James.
Hubungan dgn Barat - Belanda
Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga
pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh
Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan
rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku
Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama
yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan
akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn
dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda
belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara
agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat
sebuah prasasti yg diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran
Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu
Beatrix.
Hubungan dgn Barat - Ottoman
Pada
masa Iskandar Muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap Sultan
Kekaisaran Ottoman yg berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu
Sultan Ottoman sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh
terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit
demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada
akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya
tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut
baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg
cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula
masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa
selanjut Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan
Aceh.
Hubungan dgn Barat - Perancis
Kerajaan
Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja
Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg sangat
berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut
pecah. Akhir mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai
hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa
Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu
Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan Melayu yg memiliki Balee
Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis
tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari dua kilometer.
Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Do (kini Meuligo Aceh
kediaman Gubernur). Di dalam meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani
yg mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga
memerintahkan utk memindahkan aliran Sungai Krueng Aceh hingga mengaliri
istana (sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat mengalir tenang
di sekitar Meuligoe). Di sanalah sultan acap kali berenang sambil
menjamu tetamu-tetamunya.
Pasca-Sultan Iskandar Thani
Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg
terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik empat Sultanah
berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah.
Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil
Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat
cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan
Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu
Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96
orang 1/4 di antara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah
berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan
keberatan akan seorang wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah
masa kejayaan wanita di Aceh.
Datang Pihak kolonial Ke Aceh
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yg berkepanjangan sejak
awal abad ke-16 pertama dgn Portugal lalu sejak abad ke-18 dgn Britania
Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18 Aceh terpaksa
menyerahkan wilayah di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu
kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824 Perjanjian Britania-Belanda
ditandatangani di mana Britania menyerahkan wilayah di Sumatra kepada
Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adl koloni mereka meskipun
hal ini tak benar. Pada tahun 1871 Britania membiarkan Belanda utk
menjajah Aceh kemungkinan utk mencegah Perancis dari mendapatkan
kekuasaan di kawasan tersebut.
Perang Aceh
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan karena:
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana Sultan Ismail
menyerahkan daerah Deli Langkat Asahan dan Serdang kepada Belanda
padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda ada dibawah
kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak maka berakhirlah
perjanjian London (1824). Dimana isi perjanjian London adl Belanda dan
Inggris membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di
Asia Tenggara yaitu dgn garis lintang Sinagpura. Kedua mengakui
kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tak menepati janji sehingga
kapal-kapal Belanda yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh.
Perbuatan Aceh ini disetujui Inggris krn memang Belanda bersalah.
4. Di buka terusan Suez oleh Ferdinand de Lessep. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting utk lalulintas perdagangan.
5. Dibuat Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda yg isi
Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda utk mengambil tindakan di
Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Sumatera.
Belanda mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan menyerahkan
daerah di Guinea Barat kepada Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera
1871 Aceh mengadakan hubungan diplomatik dgn Konsul Amerika Italia
Turki di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki 1871.
7. Akibat
hubungan diplomatik Aceh dgn Konsul Amerika Italia dan Turki di
Singapura Belanda menjadikan itu sebagai alasan utk menyerang Aceh.
Wakil Presiden Dewan Hindia Nieuwenhuyzen dgn 2 kapal perang datang ke
Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tengtang apa yg
sudah dibicarakan di Singapura itu tetapi Sultan Machmud menolak utk
memberikan keterangan.
Belanda menyatakan perang terhadap Aceh
pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik. Sebuah
ekspedisi dgn 3.000 serdadu yg dipimpin Mayor Jenderal Köhler
dikirimkan pada tahun 1874 namun dikalahkan tentara Aceh di bawah
pimpinan Panglima Polem dan Sultan Machmud Syah yg telah
memodernisasikan senjatanya. Köhler sendiri berhasil dibunuh pada
tanggal 10 April 1873
Ekspedisi kedua di bawah pimpinan Jenderal
van Swieten berhasil merebut istana sultan. Ketika Sultan Machmud Syah
wafat 26 Januari 1874 digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawot yg
dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri. Pada 13 Oktober 1880
pemerintah kolonial menyatakan bahwa perang telah berakhir. Bagaimanapun
perang dilanjutkan secara gerilya dan perang fisabilillah dikobarkan di
mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan Aceh sempat meminta bantuan
kepada perwakilan Amerika Serikat di Singapura yg disinggahi Panglima
Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III
di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan
kepada Kekaisaran Ottoman. Namun Kekaisaran Ottoman kala itu sudah
mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam
urusan Aceh dan Belanda.
Perang kembali berkobar pada tahun
1883. Pasukan Belanda berusaha membebaskan para pelaut Britania yg
sedang ditawan di salah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh dan
menyerang kawasan tersebut. Sultan Aceh menyerahkan para tawanan dan
menerima bayaran yg cukup besar sebagai gantinya. Sementara itu Menteri
Perang Belanda Weitzel kembali menyatakan perang terbuka melawan Aceh.
Belanda kali ini meminta bantuan para pemimpin setempat di antara Teuku
Umar. Teuku Umar diberikan gelar panglima prang besar dan pada 1 Januari
1894 bahkan menerima dana bantuan Belanda utk membangun pasukannya.
Ternyata dua tahun kemudian Teuku Umar malah menyerang Belanda dgn
pasukan baru tersebut. Dalam perang gerilya ini Teuku Umar bersama
Panglima Polem dan Sultan terus tanpa pantang mundur. Tetapi pada tahun
1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van Der Dussen di
Meulaboh Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nya Dien istri Teuku Ummar siap
tampil menjadi komandan perang gerilya.
Pada 1892 dan 1893 pihak
Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Dr. Snoeck
Hurgronje seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yg telah berhasil
mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh kemudian memberikan
saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama
bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Dr Snouck Hurgronye yg
menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh utk meneliti kemasyarakatan
dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerja itu dibukukan dgn judul Rakyat Aceh
( De Acehers). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana utk menaklukkan Aceh.
Isi nasehat Snouck Hurgronye kepada Gubernur Militer Belanda yg bertugas di Aceh adalah
1. Mengesampingkan golongan Keumala (yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala) beserta pengikutnya.
2. Senantiasa menyerang dan menghantam kaum ulama.
3. Jangan mau berunding dgn para pimpinan gerilya.
4. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
5. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh dgn cara mendirikan
langgar masjid memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan
sosial rakyat Aceh.
Pada tahun 1898 J.B. van Heutsz
dinyatakan sebagai gubernur Aceh pada 1898-1904 kemudian Dr Snouck
Hurgronye diangkat sebagai penasehat dan bersama letnan Hendrikus Colijn
(kelak menjadi Perdana Menteri Belanda) merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Daud akhir
meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istri anak
serta ibunda terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh
akhir jatuh seluruh pada tahun 1904. Istana Kesultanan Aceh kemudian di
luluhlantakkan dan diganti dgn bangunan baru yg sekarang dikenal dgn
nama Pendopo Gubernur. Pada tahun tersebut hampir seluruh Aceh telah
direbut Belanda.
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van
Heutz dimana dibentuk pasukan marsuse yg dipimpin oleh Christoffel dgn
pasukan Colone Macan yg telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan
hutan-hutan rimba raya Aceh utk mencari dan mengejar
gerilyawan-gerilyawan Aceh.
Taktik berikut yg dilakukan Belanda
adl dgn cara penculikan anggota keluarga Gerilyawan Aceh. Misal
Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van Der
Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibat Sultan menyerah
pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van Der Maaten dgn
diam-diam menyergap Tangse kembali Panglima Polem dapat meloloskan diri
tetapi sebagai ganti ditangkap putera Panglima Polem Cut Po Radeu
saudara perempuan dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibat Panglima
Polem meletakkan senjata dan menyerah ke Lo Seumawe (1903). Akibat
Panglima Polem menyerah banyak penghulu-penghulu rakyat yg menyerah
mengikuti jejak Panglima Polem.
Taktik selanjut pembersihan dgn
cara membunuh rakyat Aceh yg dilakukan dibawah pimpinan Van Daalen yg
menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904)
dimana 2922 orang dibunuh yg terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149
perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nya Dien istri Teuku
Umar yg masih melakukan perlawanan secara gerilya dimana akhir Cut Nya
Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Sumedang Jawa Barat.
Surat Perjanjian Pendek Tanda Menyerah Ciptaan Van Heutz
Van Heutz
telah menciptakan surat pendek penyerahan yg harus ditandatangani oleh
para pemimpin Aceh yg telah tertangkap dan menyerah. Dimana isi dari
surat pendek penyerahan diri itu berisikan Raja (Sultan) mengakui daerah
sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda. Raja berjanji tak akan
mengadakan hubungan dgn kekuasaan di luar negeri. Berjanji akan mematuhi
seluruh perintah-perintah yg ditetapkan Belanda. (RH Saragih J Sirait M
Simamora Sejarah Nasional 1987)
Bangkit Nasionalisme Aceh
Sementara pada masa kekuasaan Belanda bangsa Aceh mulai mengadakan
kerjasama dgn wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam
berbagai gerakan nasionalis dan politik. Sarekat Islam sebuah organisasi
dagang Islam yg didirikan di Surakarta pada tahun 1912 tiba di Aceh
pada sekitar tahun 1917. Ini kemudian diikuti organisasi sosial
Muhammadiyah pada tahun 1923. Muhammadiyah membangun sebuah sekolah
Islam di Kutaraja (kini bernama Banda Aceh) pada tahun 1929. Kemudian
pada tahun 1939 Partai Indonesia Raya (Parindra) membukan cabang di Aceh
menjadi partai politik pertama di sana. Pada tahun yg sama para ulama
mendirikan PUSA(Persatuan Ulama Seluruh Aceh) sebuah organisasi
anti-Belanda.
Perang Dunia II
Aceh kian
hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad
(parlemen) dibentuk Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari
Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur
Sumatra pertama Moehammad Hasan).
Seperti banyak penduduk
Indonesia dan Asia Tenggara lain rakyat Aceh menyambut kedatangan
tentara Jepang saat mereka mendarat di Aceh pada 12 Maret 1942 krn
Jepang berjanji membebaskan mereka dari penjajahan. Namun ternyata
pemerintahan Jepang tak banyak berbeda dari Belanda. Jepang kembali
merekrut para uleebalang utk mengisi jabatan Gunco dan Sunco (kepala
adistrik dan subdistrik). Hal ini menyebabkan kemarahan para ulama dan
memperdalam perpecahan antara para ulama dan uleebalang. Pemberontakan
terhadap Jepang pecah di beberapa daerah termasuk di Bayu dekat
Lhokseumawe pada tahun 1942 yg dipimpin Teungku Abdul Jalil dan di
Pandrah Jeunieb pada tahun 1944.
Masa Republik Indonesia- Aceh Tidak Termasuk Anggota Negara-negara Bagian RIS
41 tahun kemudian semenjak selesai perang Aceh Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata
perjuangan utk bebas dari cengkraman Belanda belum selesai sebelum Van
Mook menciptakan negara-negara boneka yg tergabung dalam RIS (Republik
Indonesia Serikat).
Dimana ternyata Aceh tak termasuk negara bagian
dari federal hasil ciptaan Van Mook yg meliputi seluruh Indonesia yaitu
yg terdiri dari:
1. Negara RI yg meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur termasuk daerah status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yg tegak sendiri seperti Jawa Tengah
Bangka-Belitung Riau Daerah Istimewa Kalimantan Barat Dayak Besar Daerah
Banjar Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebih yg bukan daerah-daerah bagian.
Yang terpilih menjadi Presiden RIS adl Soekarno dalam sidang Dewan
Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada tanggal 17
Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Sedang
utk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta. Kabinet dan Perdana
Menteri RIS dilantik pada tanggal 20 Desember 1949.
Pengakuan Belanda Kepada Kedaulatan RIS Tanpa Aceh
Belanda dibawah Ratu Juliana
Perdana Menteri Dr. Willem Drees Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA
Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangan pada
naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan
kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal yg sama di
Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di
Jakarta pada hari yg sama Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi
Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan
tandangan pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka
1945-1949 Sekretariat Negara RI 1986)
Kembali Ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dgn persetujuan Parlemen (DPR) dan
Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang
Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-Undang
Darurat itu beberapa negara bagian menggabungkan ke RI sehingga pada
tanggal 5 April 1950 yg tinggal hanya tiga negara bagian yaitu RI NST
(Negara Sumatera Timur) dan NIT (Negara Indonesia Timur).
Pada
tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan Rancangan
Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil
panitia bersama.
Pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada
tanggal 15 Agustus 1950 Presiden RIS Soekarno membacakan piagam
terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga
Presiden Soekarno kembali ke Yogya utk menerima kembali jabatan Presiden
RI dari Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun
Indonesia Merdeka 1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)
Maklumat Negara Islam Indonesia Aceh oleh Daud Beureueh
3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI Daud Beureueh di Aceh
memaklumatkan Negara Islam Indonesia di bawah Imam SM Kartosoewirjo pada
tanggal 20 September 1953.
Isi Maklumat NII di Aceh adalah:
Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah
sekitarnja maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah
sekitarnja digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.
Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat bangsa asing pemeluk bermatjam2 Agama pegawai negeri saudagar dan sebagainja:
1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia tetapi
hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama utk menegakkan keamanan dan
kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus
seperti biasa bekerdjalah dgn sungguh2 supaja roda pemerintahan terus
berdjalan lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage merusakkan harta
vitaal mentjulik merampok menjiarkan kabar bohong inviltratie propakasi
dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja
jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dgn hukuman Militer.
5.
Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram laksanakanlah
kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yg beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak
wasangka jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2
dan agama jang tuan peluk krn Islam memerintahkan utk melindungi tiap2
Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja
kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang
serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.
Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953
Daud Beureueh Menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila
Bulan Desember 1962 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber di daerah
Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka Operasi Bratayudha
Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila setelah
dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" atas prakarsa Panglima
Kodam I/Iskandar Muda Kolonel M.Jasin. (30 Tahun Indonesia Merdeka
1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)
Hasan Di Tiro Mendeklarasi Negara Aceh Sumatera
14 tahun kemudian setelah Daud Beureueh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila Hasan Muhammad di Tiro
pada tanggal 4 Desember 1976 mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra.
Bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra itu adalah:".
“ "Kepada rakyat di seluruh dunia:
Kami rakyat Aceh Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri dan
melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami dgn ini
mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik
pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa.
Atas nama rakyat Aceh Sumatra yg berdaulat.
Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra
4 Desember 1976" ”
“ "To the people of the world:
We the people of Acheh Sumatra exercising our right of self-determination and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java.
In the name of sovereign people of Acheh Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh Sumatra December 4 1976 ”
We the people of Acheh Sumatra exercising our right of self-determination and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java.
In the name of sovereign people of Acheh Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh Sumatra December 4 1976 ”
Akhir Konflik di Aceh - Operasi militer Indonesia di Aceh
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir berhasil
mencapai kesepakatan damai utk mengakhiri konflik berkepanjangan
tersebut.
Pada 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar
menyebabkan tsunami yg melanda sebagian besar pesisir barat Aceh
termasuk Banda Aceh dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.
Di samping itu telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah NAD khusus di
bagian barat selatan dan pedalaman utk memisahkan diri dari NAD dan
membentuk 2 provinsi baru yg disebut Aceh Leuser Antara
yg terdiri dari Aceh Tengah Bener Meriah Gayo Lues Aceh Tenggara dan
Aceh Singkil serta Aceh Barat Selatan atau ABAS yg terdiri dari Nagan
Raya Aceh Barat Daya Aceh Selatan Simeulue Aceh Barat dan Aceh Jaya.
4
Desember 2005 diadakan Deklarasi bersama di Gelora Bung Karno Jakarta
yg dihadiri ratusan orang dan 11 bupati yg ingin dimekarkan wilayah dan
dilanjutkan dgn unjukrasa yg menuntut lepas 11 kabupaten tadi dari
Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah
Indonesia akhir menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri
konflik antara kedua pihak yg telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
Banda Aceh
Kota Banda Aceh adalah ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dahulu kota ini bernama Kutaraja, kemudian sejak 28 Desember 1962
namanya diganti menjadi Banda Aceh. Sebagai pusat pemerintahan, Banda
Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Kota yang telah berumur 796 tahun ini - berdasarkan Perda Aceh
No.5/1988, tanggal 22 April 1205 ditetapkan sebagai tanggal keberadaan
kota tersebut. Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang
pasang tsunami yang menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan
menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Hingga kini belum
diketahui berapa jumlah pasti penduduk Banda Aceh pasca tsunami.
Rumah Adat
Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut rumoh Aceh. Bentuknya
seragam, yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon,
letak yang memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Dari
segi ukir-ukiran, rumoh Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi NAD
tidaklah sama. Masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda.
Menurut
Mohammad Isa, warga desa Lamsiem, saat ini jumlah rumah tradisional di
kampungnya makin berkurang karena biaya yang diperlukan untuk membuat
rumoh Aceh sudah jauh lebih mahal dibandingkan membangun rumah
biasa/modern. Biaya perawatannya pun tak kalah menguras kantung.
Warga
yang kebanyakan hidup sebagai pekerja, akhirnya memilih untuk membangun
rumah modern. Kenyataan seperti itu sudah terjadi sejak 30 tahun lalu.
Padahal
pada waktu lampau mayoritas warga di pemukiman rata-rata tinggal di
rumah tradisional yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia itu. Bahkan
mereka yang berkecukupan, menghias rumah kayunya dengan ukir-ukiran dan
ornamen lain. Sedangkan warga yang hidup pas-pasan, cukup membangun
rumah kayu tanpa ukiran dan ornamen.
Tidak aneh, sebab hingga
1980-an warga masih mudah mendapatkan kayu sehingga biaya untuk
membangun rumoh Aceh waktu itu terjangkau. Tapi, saat ini biaya untuk
membangun rumah tradisional sudah dua kali lipat dari biaya rumah
modern.
Komponen utama
Meski
di tiap kabupaten/kota detilnya berbeda, rumoh Aceh secara umum
memiliki komponen utama yang sama. Komponen utama rumoh Aceh ini
diungkap dalam buku Budaya Masyarakat Aceh. Komponen itu adalah:
-Seuramou-keu
(serambi depan) , yakni ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu
laki-laki, dan terletak di bagian depan rumah. Ruangan ini juga
sekaligus menjadi tempat tidur dan tempat makan tamu laki-laki.
-Seuramou-likoot
(serambi belakang), fungsi utama ruangan ini adalah untuk menerima tamu
perempuan. Letaknya di bagian belakang rumah. Seperti serambi depan,
serambi ini juga bisa sekaligus menjadi tempat tidur dan ruang makan
tamu perempuan.
- Rumoh-Inong (rumah induk), letak ruangan ini di
antara serambi depan dan serambi belakang. Posisinya lebih tinggi
dibanding kedua serambi tersebut. Rumah induk ini terbagi menjadi dua
kamar. Keduanya dipisahkan gang atau disebut juga rambat yang
menghubungkan serambi depan dan serambi belakang.
- Rumoh-dapu
(dapur), biasanya letak dapur berdekatan atau tersambung dengan serambi
belakang. Lantai dapur sedikit lebih rendah dibanding lantai serambi
belakang.
- Seulasa (teras), teras rumah terletak di bagian paling depan. Teras menempel dengan serambi depan.
-
Kroong-padee (lumbung padi), berada terpisah dari bangunan utama, tapi
masih berada di pekarangan rumah. Letaknya bisa di belakang, samping,
atau bahkan di depan rumah.
- Keupaleh (gerbang), sebenarnya ini
tidak termasuk ciri umum karena yang menggunakan gerbang pada umumnya
rumah orang kaya atau tokoh masyarakat. Gerbang itu terbuat dari kayu
dan di atasnya dipayungi bilik.
- Tamee (tiang), kekuatan tiang
merupakan tumpuan utama rumah tradisional ini. Tiang berbentuk kayu
bulat dengan diameter 20-35 cm setinggi 150-170 cm itu bisa berjumlah
16, 20, 24, atau 28 batang. Keberadaan tiang-tiang ini memudahkan proses
pemindahan rumah tanpa harus membongkarnya.
Di masa lalu, atap rumoh Aceh terbuat dari
rumbia. Jika terjadi kebakaran, atap rumbia itu bisa diturunkan hanya
dengan memotong salah satu tali pengikat yang terbuat dari rotan atau
ijuk.
Dulu, di depan tangga menuju rumah, biasanya terdepat guci.
Benda ini berfungsi untuk menyimpan air untuk cuci kaki setiap hendak
masuk ke rumah.
Salah satu bagian yang juga penting pada rumoh
Aceh adalah tangga. Biasanya, tangga rumah terletak di bawah rumah.
Setiap orang harus menyundul pintu dengan kepala supaya terbuka dan bisa
masuk.Jumlah anak tangganya, selalu ganjil. Satu lagi yang khas dari rumoh Aceh adalah bangunan tersebut dibuat tanpa paku.Untuk
mengaitkan balok kayu yang satu dengan yang lain cukup digunakan pasak
atau tali pengikat dari rotan atau ijuk. Sebagian masyarakat Aceh,
kadang juga menjadikan pekarangannya sebagai tempat pemakaman.
Pulau Tailana
Kabupaten Aceh Singkil adalah sebuah kabupaten yang berada di ujung barat daya provinsi Aceh. Aceh
Singkil merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan dan sebagian wilayahnya berada di kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser. Kabupaten ini terdiri dari dua wilayah, yakni daratan dan kepulauan.
Kepulauan yang menjadi bagian dari kabupaten ini adalah Kepulauan Banyak. Singkil adalah ibukota
kabupaten ini.
Pada umumnya mata pencaharian warga Aceh Singkil adalah petani dan nelayan. Karena potensi hutan yang
kaya, banyak para pemilik modal dari Medan yang menanamkan modal untuk membuka Hak Pengelolaan
Hutan (HPH). Gerak ekonomi semakin semarak dengan perkembangan pertokoan di beberapa tempat seperti
kota Subulussalam, Rimo, Rundeng, dan Singkil sendiri. Menjamurnya Pasar Tradisional yang dibuka pada
hari tertentu (disebutkan pekan atau onan) tumbuh di banyak tempat. Perkembangan ini menjadikan peralihan
mata pencaharian yang digeluti warga Aceh Singkil menjadi pedagang.
Secara geografis, Aceh Singkil terletak pada koordinat 2°02' - 3°0' LU dan 97°04' – 98°12' dengan batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan
Kabupaten Aceh Singkil memiliki luas wilayah 3.578 km² yang terdiri dari 15 Kecamatan, 23 Mukim dan 190
Desa/kelurahan.
Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil :
1. Pulau Banyak
2. Singkil
3. Singkil Utara
4. Kuala Baru
5. Simpang Kanan
6. Gunung Meriah
7. Danau Paris
8. Suro Makmur
9. Singkohor
10. Kota Baharu
11. Simpang Kiri
12. Penanggalan
13. Rundeng
14. Sultan Daulat
15. Longkib
Provinsi : Aceh
Ibukota : Singkil
Luas : ± 3.578 km2
Dasar hukum : Undang-Undang No. 22 tahun 1999
Tanggal - Hari jadi : 20 April 1999
Koordinat : 2°02' -3°0' LU dan 97°04' – 98°12' BT
Kecamatan : 15
Desa/kelurahan : 190
Kode area telepon : 0659
Suku : Aceh, Batak, Jawa
Bahasa : Aceh – Indonesia
Agama : Islam
Kepulauan Banyak terletak Samudera Hindia
25 mil dari Kota Singkil, Kabupaten Provinsi Singkil Nanggroe Aceh
Darussalam. Pulau ini terdiri dari 99 Pulau. Anda dapat melihat
pemandangan Bawah laut di Pulau Tailana, menikmati ombak dengan
berselancara ria di bulan Juni dan Juli di Pulau Bangkaru, Wisata Bawah
Laut di Pulau Palambak, Pantai yang indah dengan pasir putih di Pulau
Palambak, Konservasi Fauna di Pulau Bengkaru. Anda bisa menikmati
perjalanan darat di Pulau Haloban dan juga menikmati keindahan sunset di
sepanjang Pulau, hanya di Kepulauan banyak saja, anda bisa mendapatkan
semua dalam satu daerah.
Hampir seluruh pulau di Kepulauan Banyak sangat tepat untuk kegiatan snorkeling, menyelam dan wisata bahari lainnya.
Dataran Tinggi Gayo Aceh Tengah "Danau Laut Tawar"
Obyek wisata aceh terutama dataran Tinggi Gayo Aceh Tengah, dikenal
banyak menyimpan keindahan panorama terutama disekitar Danau Laut Tawar.
Dari sekian banyak objek wisata, hanya beberapa saja yang sudah dikenal
dan sering dikunjungi. Salah satu yang belum terpublikasi adalah
kawasan Atu Tingok, bertempat di Kampung Dedalu Kecamatan Lut Tawar atau
sejajar dengan sisi selatan Danau Lut Tawar dan daratan Kota Takengon.
Disebut
Atu Tingok karena keberadaan beberapa bongkah batu besar yang teronggok
di kawasan Bur Telege (sekarang banyak disebut Bur Gayo dan sempat
disebut Bur Peteri Bensu).Atu Tingok tersebut berada dibagian
gunung yang sangat miring dan terjal dengan ukuran sekitar 4 x 3 meter
agak menonjol keluar seperti tersangkut saja sehingga bagi pengunjung
yang ingin berdiri diatasnya akan merasa was-was, khawatir akan menjadi
beban bagi batu tersebut dan terguling ke bawah.
Dari Atu Tingok
akan tampak hamparan luas kota Takengon. Bagian kota dari Tan Saril,
Bies, Belang Gele di sisi barat lalu sepanjang kawasan tanggul Boom -
Mendale Kebayakan persis sejajar dan hamparan Danau kebanggaan rakyat
negeri Antara di sisi timur.
Angin sepoi-sepoi menerpa daun-daun
pinus menyuguhkan musik alam ditingkahi suara burung-burung kecil serta
lengkingan suara burung elang. Saat berkunjung kesana, malah ada seekor
elang berwarna keputihan yang lazim disebut warga Gayo sebagai Kalang
Siki meliuk-liuk diudara.
Menuju Atu Tingok sebenarnya sangat
tidak sulit, dibandingkan dengan tempat ketinggian lainnya di Aceh
Tengah seperti ke Pantan Terong di Kecamatan Bebesen, sisi barat Kota
Takengon. Disamping dekat dimata hanya sekitar 2 kilometer dari pusat
kota Takengon juga akses jalan yang lebih dari dua pertiganya bisa
diakses dengan segala jenis kenderaan tanpa harus mengandalkan kekuatan
mesin secara maksimal.
Dengan kenderaan roda empat, pengunjung
dapat dengan aman memarkirnya di jalan terpuncak tanjakan persisnya di
sekitar Telege (Gayo : sumur) Bur Gayo. Keberadaan sumur di puncak
gunung membuat nama pegunungan ini disebut Bur Telege. Nama ini kemudian
berubah menjadi Bur Gayo karena beberapa tahun lalu ada penanaman pohon
Pinus yang sengaja membentuk tulisan "Gayo" yang dulu nampak jelas
terbaca dari kota Takengon tentu saat pohon-pohon tersebut masih kecil.
Mengasyikkan
perjalanan menuju Bur Telege, seluruh sisi kota Takengon dan saat tiba
di punggung Bur Telege akan dapat dinikmati panorama perkampungan
Pedemun dan teluk One-one yang dipenuhi dengan keramba jaring apung
milik warga yang diperindah dengan baground Bur Birah Panyang, sebuah
gunung yang paling khas dan indah yang memagari danau Lut Tawar dengan
hamparan sawah dikakinya.
Untuk mencapai Atu Tingok, dilanjutkan
dengan berjalan kaki sekitar setengah kilometer. Bisa dipilih menapaki
tangga beton atau di jalan tanah. Pengunjung dapat beristirahat disebuah
shelter yang dibangun Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah beberapa tahun
silam. Disekitar shelter, biasanya berkeliaran kuda-kuda, kerbau dan
sapi milik sekitarnya yang dilepaskan bebas berkeliaran. Keberadaan
hewan-hewan peliharaan diketinggian gunung tentu menjadi daya tarik
sendiri bagi pengunjung.
Perjalanan menjadi agak sulit di 50
meter terakhir, belum ada akses jalan setapak sehingga cenderung agak
bersemak. Akan tetapi ketidakramahan suasana perjalanan yang hanya
puluhan meter tersebut dipastikan akan hilang saat anda berada di Atu
Tingok. Berjuta rasa keindahan akan segera membuai dan membuat kita
terbius untuk betah berlama-lama. Kesal, jika anda tidak membawa kamera.
Satu
lagi, jika beruntung, maka akan mendapati sebuah bangunan monumen atau
tugu di sekitar Atu Tingok. Sebuah monumen yang menurut Irsyad, tokoh
masyarakat Kecamatan Lut Tawar dibangun dimasa awal-awal kemerdekaan
Republik Indonesia tahun 1945 dengan ukuran tinggi sekitar 2 meter dan
lebar 1 meter. Ada yang menyebut monumen ini sebagai Tugu 45 Bur Gayo.
Monumen ini dibangun oleh Gubernur Aceh saat itu H Ali Hasymi dan menamai kawasan Atu Tingok dengan Bur Peteri Bensu.
Sayangnya,
lokasi persis dari monumen ini tidak diketahui karena ditutupi semak
belukar walau sudah beberapa kali dicari bersama orang yang sudah pernah
mengunjunginya. Kiranya, cukup banyak alasan agar pihak terkait dapat
membuka akses dan merawat monumen tersebut yang merupakan salah satu
saksi sejarah kota Takengon.
Bagi peminat hiking, perjalanan dari
Atu Tingok bisa dilanjutkan menuju Ujung Baro, lokasi hotel Renggali
Takengon dengan menyusuri punggung bukit. Butuh sarung tangan dan baju
lengan panjang jika tidak ingin terluka akibat semak berduri karena
belum ada jalan resmi disana. Sangat dianjurkan untuk membawa golok
untuk membuka jalur serta lotion untuk perlindungan dari serangan Pacat
yang menunggu segarnya darah anda.
Jalur lainnya menuju teluk
One-one tanpa harus melewati jalan semula. Dengan jalan tanah sekitar 2
kilometer akan langsung menikmati kopi Gayo, gorengan hangat serta ikan
bakar di cafe-cafe dipinggiran danau. Untuk jalur ini, semenatara hanya
bisa dilalui dengan kenderaan roda dua, sepeda atau berjalan kaki.
Jika
ingin melihat-lihat suasana danau, perjalanan bisa dilanjutkan menuju
timur dan keliling danau dengan jarak tempuh sekitar 46 kilometer. Dan
jika ingin kembali ke kota Takengon, tinggal belok kiri saja. Tak sampai
2 kilometer akan tiba kembali di pusat kota berhawa dingin tersebut.
Perjalanan
lintas Bur Gayo alias Atu Tingok atau Burni Peteri Bensu sering
dijadikan sebagai lokasi hiking warga Takengon dan track favorit para
pecinta sepeda gunung baik tipe Xcross Country (XC) maupun Down Hill
(DH) juga pehobi fotografi mengabadikan rangkaian panorama
tersebut(aceh.go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar